1.
Prinsip Etika Bisnis
Secara umum etika bisnis merupakan acuan
cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Etika Bisnis adalah pengetahuan tentang tata cara
ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas
yang berlaku secara universal dan secara ekonomi atau sosial menurut Dr.H.Budi
Untung (2012) . Penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan
tujuan kegiatan dalam bisnis. Dalam penerapan etika bisnis, maka bisnis mesti
mempertimbangkan unsur norma dan moralitas yang berlaku di dalam masyarakat. Di
samping itu etika bisnis dapat digerakkan dan dimunculkan dalam perusahaan
sendiri karena memiliki relevansi yang kuat dengan profesionalisme bisnis.
Etika berasal dari kata Yunani “ethos”
yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam hal ini, kata etika memiliki pengertian
yang sama dengan moral. Selain itu, istilah lain dari etika
adalah susila, su berarti baik dan sila artinya kebiasaan. Jasi susila berarti
kebiasaan atau perbuatan manusia yang baik (Suhardana,
2006)
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang
dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang
dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai berikut :
1.1 Prinsip Otonomi
Menurut Sony Keraf (1998) yang dikutip oleh Arijanto (2011) Prinsip Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa
yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
Dalam
prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa
bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha
untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran
perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan
ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dua perusahaan atau lebih sama-sama berkomitmen dalam
menjalankan etika bisnis, namun masing-masing perusahaan dimungkinkan
menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing
perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam
menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter
internal dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi
meskipun dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun
masing-masing perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan
etika bisnis. Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi
dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi
tindakan manajerial yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis,
(2) dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan
pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
1.2
Prinsip Kejujuran
Prinsip
ini menjadi nilai paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja
perusahaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan bisnis, kejujuran
diorientasikan kepada seluruh pihak terkait dengan aktivitas bisnis Menurut Muslich (2004). Dengan kejujuran yang
dimiliki oleh suatu perusahaan maka masyarakat yang ada di sekitar lingkungan
perusahaan akan menaruh kepercayaan tinggi bagi perusahaan tersebut. Prinsip
kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam
mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika
dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para
pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip
yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama
dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran
terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola
perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan
prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
1.3 Prinsip Keadilan
Menurut
Sony Keraf (1998) Prinsip keadilan diwujudkan dengan
cara menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu
sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi,
hukum, maupun aspek lainnya. Tolak ukur
yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan
ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh
prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada
semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para
pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik
perusahaan dan lain-lain.
2.
Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip
hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib untuk memperlakukan
diri sendiri sebagai sesuatuyang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini
berdasarkan faham bahwa manusia adalah pusat pengertian dan berkehendak yang
memiliki kebebasan dan suara hati, mahkluk berakal budi. Prinsip ini punya 2
arah, yang pertama kita dituntut agar tidak diperas dan yang kedua kita jangan
sampai membiarkan diri terlantar. Kebaikan dan keadilan yang kita tunjukan
kepada orang lain perlu diimbnagi dengan sikap yang menghormati diri kita
sendiri sebagai mahkluk yang berharga pada dirinya sendiri.
Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa prinsip keadilan dan hormat pada diri sendiri
merupakan syarat pelaksanaan sikap baik. Bahwa keadilan dan hormat terhadap
dirinya sendiri merupakan syarat bagi pelaksanaan kebaikan berarti bahwa
berbuat baik dengan melanggar keadilan secara moral tidak dapat dibenarkan.
Dalam kehidupan nyata sikap dan tidankan hendaknya sesuai dengan prinsip dasar
itu. Tetapi bagaimana pembobotan prinsip masing – masing, tidak dapat
diputuskan secara teoritis belaka. Apabila kita membandingkan prinsip keadilan
dengan prinsip hormat teehadap diri sendiri, kita melihat bahwa dua prinsip
tersebut sama. Prinsip hormat untuk pertama kali dirumuskan oleh Immanuel Kant
mengatakan bahwa kita harus memperlakukan semua manusia karena dia bersifat
person sebagai tujian pada dirinya sendiri.
3.
Hak dan Kewajiban
3.1
Definisi Hak
Menurut Prof. Dr. Notonagoro:
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan
suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan
tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa olehnya.
Kewajiban berasal dari kata wajib. Wajib adalah
beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu
oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah
sesuatu yang harus dilakukan.
3.2
Pengklasifikasian Hak
Sedangkan secara garis besar menurut
Sudikno (2003:54) Hak dibagi dalam dua macam golongan,yaitu:
3.2.1
Hak Absolut (Absolute rechten,
onpersoonlijke rechten)
Hak absolut adalah hubungan hukum antara subyek hukum
dengan obyek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap orang lain untuk
menghormati hubungan hukum itu. Hak absolut memberi wewenang bagi pemegangnya
untuk berbuat atau tidak berbuat, yang pada dasarnya dapat dilaksanakan
terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak absolut ini ditentukan
oleh kewenangan pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada seseorang maka ada
kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati dan menanggungnya. Pada hak
absolut pihak ketiga berkepentingan untuk mengetahui eksistensinya sehingga
memerlukan publisitas. Hak absolut terdiri dari hak absolut yang bersifat
kebendaan dan hak absolut yang tidak bersifat kebendaan. Hak absolut yang
bersifat kebendaan meliputi hak kenikmatan (hak milik, hak guna bangunan dan
sebagainya) dan hak jaminan.
3.2.2 Hak Relatif (Nisbi, relative rechten, persoonlijke
rechten)
Hak relatif adalah hubungan subyek hukum dengan subyek
hukum tertentu lain dengan perantaraan benda yang menimbulkan kewajiban pada
subyek hukum lain tersebut. Hak relatif adalah hak yang berisi wewenang untuk
menuntut hak yang hanya dimiliki seseorang terhadap orang-orang tertentu. Jadi
hanya berlaku bagi orang-orang tertentu; (kreditur dan debitur tertentu). Pada
dasarnya tidak ada pihak ketiga terlibat. Hak relatif ini tidak berlaku bagi
mereka yang tidak terlibat dalam perikatan tertentu, jadi hanya berlaku bagi
mereka yang mengadakan perjanjian. Hak relatif ini berhadapan dengan kewajiban
seseorang tertentu. Orang lain, pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban. Antara
kedua pihak terjadi hubungan hukum yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas
suatu prestasi dan yang lain wajib memenuhi prestasi.
3.2 Definisi Kewajiban
Menurut Dr. Notonagoro Kewajiban
adalah beban untuk memberikan
sesuatu yang semestinya dibiarkan atau
diberikan melalui oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun
yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
Kewajiban
dikelompokan menjadi 5, yaitu :
1. Kewajiban
mutlak, tertuju kepada diri sendiri maka tidak berpasangan dengan hak dan nisbi
melibatkan hak di lain pihak;
2. Kewajiban
publik, dakam hukum publik yang berkorelasi dengan hak publik ialah wajib
mematuhi hak publik dan kewajiban perdata timbul dari perjanjian berkorelasi
dengan hak perdata;
3. Kewajiban
positif, menghendaki dilakukan sesuatu dan kewajiban negatif, tidak melakukan
sesuatu;
4. Kewajiban
universal atau umum, ditujukan kepada semua warga negara atau secara umum,
ditujukan kepada golongan tertentu dan kewajiban khusus, timbul dari bidang
hukum tertentu, perjanjian;
5. Kewajiban
primer, tidak timbul dari perbuatan melawan hukum, misal kewajiban untuk tidak
mencemarkan nama baik dan kewajiban yang bersifat memberi sanksi, timbul dari
perbuatan melawan hukum misal membayar kerugian dalam hukum perdata.
3.3 Penerapan Hak dan Kewajiban
dalam kehidupan bermasyarakat
Sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 maka kita
harus melaksankan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara dengan
tertib,yang meliputi Hak dan kewajiban dalam bidang politik, sosial budaya,
hankam dan ekonomi. Yang berisi :
3.3.1 Hak dan kewajiban dalam bidang politik
a. Pasal 27
ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu
dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara
hak dan kewajiban, yaitu:
- Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
- Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.
3.3.2 Hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya
- Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
- Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
- Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
3.3.3 Hak
dan kewajiban dalam bidang Hankam
- Pasal 30 menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Arti pesannya: bahwa setiap warga negara berhak dan wajib dalam usaha pembelaan negara.
3.3.4 Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi
- Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.
- Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
4.
Teori Etika Lingkungan
Menurut Sony Keraf teori etika
lingkungan di klasifikasikan menjadi beberapa bagian,yaitu :
4.1 Antroposentrisme ( Shallow Environtmental
Ethics)
Antroposentrisme adalah teori lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari alam semesta. Mengaggap bahwa manusia
manusia dan kepentingannya sebagai nilai tertinggi, sehingga mengatakan bahwa
nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia sehingga etika hanya berlaku
bagi manusia. Kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam merupakan
perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap sesama manusia, bukan
terhadap alam itu sendiri.
Etika ini bersifat intrumentalistik artinya pola
hubungan manusia dengan alam yaitu alam sebagai alat kepentingan manusia.
Manusia peduli terhadap alam, demi menjamin kebutuhan hidup manusia sehingga
jika alam itu tidak berguna bagi kepentingan hidup manusia maka akan diabaikan
saja. Disebut sebagai etika teologis karena mendasarkan pertimbangan moral pada
akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan manusia. Suatu kebijakan dan
tindakan yang baik dalam kaitan dengan lingkungan hidup akan dinilai baik kalau
mempunyai dampak yang menguntungkan bagi kepentingan manusia.
4.2
Biosentrisme
Biosentrisme
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup
(biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian
etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan
kehidupan sebagai standar moral Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja
yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor,
karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau
diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
4.3 Ekosentrisme (Deep Eernvirontmental Ethics)
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika
lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja
karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara
pandang antroposentrisme yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas
manusia. Keduanya memperluas pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih
luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup
(biotis), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika
diperluas untuk komunitas ekosistem seluruhnya (biotis dan a-biotis).
5.
Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Lingkungan merupakan bagian dari
integritas kehidupan manusia. Sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah
satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati, dihargai, dan
tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya sendiri. Integritas
ini menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan
disekitarnya. Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan
perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini
pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik
dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang
manusia yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam
semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya
untuk memuaskan keinginan manusia.
Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus
dipenuhi saat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini
terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut. Berikut adalah prinsip-prinsip yang
dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan
dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku
terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam:
5.1 Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature)
Hormat terhadap alam merupakan suatu
prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti
halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai
kehidupan bersama (kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas
ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam
komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga
kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia ini.
5.2 Prinsip Tanggung Jawab (Moral
Responsibility For Nature)
Terkait dengan prinsip hormat terhadap
alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam, karena manusia
diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi dan secara
ontologis manusia adalah bagian integral dari alam.
5.3 Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip moral
tersebut adalah prinsip solidaritas. Sama halnya dengan kedua prinsip itu,
prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral
dari alam semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia
mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua makhluk lain di
alam ini.
5.4 Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For
Nature)
Sebagai sesama anggota komunitas
ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan
melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa
dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa
sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak
untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
Referensi :
1. Mertokusumo, Sudikno, 2003,
Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta.
2. Budi Untung, 2012. Hukum dan Etika
Bisnis. Yang Menerbitkan CV Andi Offset : Yogyakarta.
3. Keraf, A. Sonny, Etika Lingkungan (Jakarta ; Kompas, 2006)
Referensi via Link :
1. Pengertianpakar.com (Klik Link Untuk Lihat)
Referensi via Link :
1. Pengertianpakar.com (Klik Link Untuk Lihat)
0 komentar:
Posting Komentar